Rabu, 04 Februari 2015

Direktorat Keayahbundaan



Menyambut Gembira Direktorat Keayahbundaan

Salah satu tujuan menikah adalah memiliki anak. Memiliki anak, menjadikan setiap pasangan menjalani peran sebagai orang tua. Galau menjadi orangtua seringkali dialami oleh setiap pasangan yang merencanakan memiliki anak atau sedang menanti kehadiran anak. Sanggupkah mengasuh, mendidik dan mengantarkan ananda menjadi “seseorang” yang nantinya membanggakan orang tua.
Perjalanan hidup sebagai orang tua memang berliku. Banyak hal-hal yang kadang diluar perkiraan dan perencanaan yang terjadi dalam perjalanannya. Tidak jarang hal tersebut menjadi kendala dan kesulitan tersendiri bagi orang tua.
Membayangkan ketika anak memunculkan perilaku diluar kebiasaan atau norma, pasti berbagai macam reaksi muncul pada orang tua. Diantaranya malu, langsung mencegah atau memarahi bahkan ada yang langsung pergi bersama anaknya.
Memperlakukan anak memang membutuhkan seni tersendiri. Karena setiap anak lahir dengan karakter dan keunikan masing-masing. Meski mereka bersaudara atau kembar, masing-masing membutuhkan sentuhan pendidikan yang berbeda. Dan sekali lagi menjadi orang tua membutuhkan banyak tenaga dan kepedulian.
Keadaan ini memang bukan sepenuhnya kesalahan pasangan, namun sistem pendidikan yang ada selama ini kurang mempersiapkan seseorang menjalani profesi orang tua. Profesi orang tua dianggap sebagai sampingan dan masing-masing orang dituntut untuk mampu belajar secara otodidak ataupun secara tidak langsung mencontoh pola didik orang tuanya terdahulu.
Maka saya menyambut bahagia adanya direktorat keayahbundaan yang digagas Mendikbud saat ini. Wadah itu merupakan sarana resmi orang tua untuk belajar, sharing dan mengukur kemampuan dirinya menjadi orang tua yang ”tepat” bagi anaknya. Bahkan dalam angan-angan saya direktorat ini dapat bekerjasama dengan Rumah Sakit Bersalin, dalam rangka membekali calon-calon orang tua atau bahkan KUA, yang dapat membekali calon mempelai dengan menyiapkan secara psikologis para calon ayah dan bunda.
Sambil menunggu direktorat tersebut launcing, menurut beberapa referensi yang saya baca, saya menarik kesimpulan bahwa satu hal yang merupakan kunci untuk dapat tetap menjalani peran sebagai orang tua dengan nikmat adalah rasa syukur dan cinta. Syukur karena kita memiliki kesempatan untuk mendapatkan amanah dan kesempatan membuktikan peranan kita sebagai khalifah dimuka bumi. Dan cinta sebagai dasar kita untuk mengembangkan sikap sabar dalam menghadapi setiap tingkah ananda.
Tidak setiap yang menginginkan seorang anak mendapat kepercayaan dan ketika kita mendapat kepercayaan sebagai orang tua, esensinya adalah kita meyakini akan dimampukan oleh Yang Memberi dan Mempercayakan.
Mengutip tulisan pak Munif Chatib :” Menjadi orang tua..tidak hanya taqdir, namun seperti hadirnya sebuah kesempatan untuk membuktikan peranan kita dimuka bumi , meneruskan rencana ilahi, mewarnai anak-anak dengan cinta. Lalu biarkan siklus berputar sampai zaman ditamatkan”..mengingatkan saya untuk selalu bersyukur dan optimis bahwa setiap kesempatan, meski dengan resiko yang ada merupakan sarana pembelajaran bagi kita untuk menjadi insan yang lebih baik dan berguna.
Jadi...Jangan takut menjadi orang tua dan jangan pernah putus asa belajar menjadi orang tua yang ”tepat” untuk anak-anak kita....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar