Menyambut Gembira
Direktorat Keayahbundaan
Salah satu tujuan menikah
adalah memiliki anak. Memiliki anak, menjadikan setiap pasangan menjalani peran
sebagai orang tua. Galau menjadi orangtua seringkali dialami oleh setiap
pasangan yang merencanakan memiliki anak atau sedang menanti kehadiran anak.
Sanggupkah mengasuh, mendidik dan mengantarkan ananda menjadi “seseorang” yang
nantinya membanggakan orang tua.
Perjalanan hidup sebagai
orang tua memang berliku. Banyak hal-hal yang kadang diluar perkiraan dan perencanaan
yang terjadi dalam perjalanannya. Tidak jarang hal tersebut menjadi kendala dan
kesulitan tersendiri bagi orang tua.
Membayangkan ketika anak memunculkan
perilaku diluar kebiasaan atau norma, pasti berbagai macam reaksi muncul pada
orang tua. Diantaranya malu, langsung mencegah atau memarahi bahkan ada yang
langsung pergi bersama anaknya.
Memperlakukan anak memang
membutuhkan seni tersendiri. Karena setiap anak lahir dengan karakter dan keunikan
masing-masing. Meski mereka bersaudara atau kembar, masing-masing membutuhkan
sentuhan pendidikan yang berbeda. Dan sekali lagi menjadi orang tua membutuhkan
banyak tenaga dan kepedulian.
Keadaan ini memang bukan
sepenuhnya kesalahan pasangan, namun sistem pendidikan yang ada selama ini
kurang mempersiapkan seseorang menjalani profesi orang tua. Profesi orang tua
dianggap sebagai sampingan dan masing-masing orang dituntut untuk mampu belajar
secara otodidak ataupun secara tidak langsung mencontoh pola didik orang tuanya
terdahulu.
Maka saya menyambut bahagia
adanya direktorat keayahbundaan yang digagas Mendikbud saat ini. Wadah itu
merupakan sarana resmi orang tua untuk belajar, sharing dan mengukur kemampuan
dirinya menjadi orang tua yang ”tepat” bagi anaknya. Bahkan dalam angan-angan
saya direktorat ini dapat bekerjasama dengan Rumah Sakit Bersalin, dalam rangka
membekali calon-calon orang tua atau bahkan KUA, yang dapat membekali calon
mempelai dengan menyiapkan secara psikologis para calon ayah dan bunda.
Sambil menunggu direktorat
tersebut launcing, menurut beberapa referensi yang saya baca, saya menarik
kesimpulan bahwa satu hal yang merupakan kunci untuk dapat tetap menjalani
peran sebagai orang tua dengan nikmat adalah rasa syukur dan cinta. Syukur
karena kita memiliki kesempatan untuk mendapatkan amanah dan kesempatan
membuktikan peranan kita sebagai khalifah dimuka bumi. Dan cinta sebagai dasar
kita untuk mengembangkan sikap sabar dalam menghadapi setiap tingkah ananda.
Tidak setiap yang menginginkan
seorang anak mendapat kepercayaan dan ketika kita mendapat kepercayaan sebagai
orang tua, esensinya adalah kita meyakini akan dimampukan oleh Yang Memberi dan
Mempercayakan.
Mengutip tulisan pak Munif
Chatib :” Menjadi orang tua..tidak hanya taqdir, namun seperti hadirnya sebuah
kesempatan untuk membuktikan peranan kita dimuka bumi , meneruskan rencana
ilahi, mewarnai anak-anak dengan cinta. Lalu biarkan siklus berputar sampai
zaman ditamatkan”..mengingatkan saya untuk selalu bersyukur dan optimis bahwa
setiap kesempatan, meski dengan resiko yang ada merupakan sarana pembelajaran
bagi kita untuk menjadi insan yang lebih baik dan berguna.
Jadi...Jangan takut menjadi
orang tua dan jangan pernah putus asa belajar menjadi orang tua yang ”tepat”
untuk anak-anak kita....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar