Rabu, 08 Februari 2017

Keluarga Sebagai Pusat Pendidikan



KELUARGA SEBAGAI PUSAT PENDIDIKAN

sumber gambar : mesjidui.ui.ac.id
Pokok pendidikan harus terletak didalam pangkuan ibu bapak, karena hanya dua orang inilah yang dapat berhamba pada sang anak dengan semurni-murniya dan seikhlas-ikhlasnya, sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh dibilang cinta kasih tak terbatas. ~Ki Hadjar Dewantoro
Anak adalah masa depan, dan semua tergantung pada masa kini, bagaimana orangtua mendidik mereka. Niat baik harus disertai pikiran dan perbuatan yang benar dalam mendidik. Sayangilah anak dengan mendidik yang benar, hantarkan surge bagi masa depan. Belajarlah terus untuk anak wahai orangtua. ~Mariska Lubis
Menjadi ayah atau ibu adalah sesuatu yang alamiah. Setiap orang akan mulai menghidupkan kepekaannya ketika mempunyai anak. Meski tidak pernah ada yang sempurna didunia ini, begitu juga dengan pengasuhan. Namun, sebagai orangtua akan mengupayakan yang terbaik untuk anak-anaknya. Orangtua berusaha memberikan makanan dengan nutrisi yang bagus, membelikan pakaian yang baik, mencarikan sekolah yang bermutu, bahkan tak sedikit orangtua yang turut berperan dalam menentukan pekerjaan dan cita-cita anak.
Akan tetapi, selalu memberikan yang terbaik ternyata bukanlah hal yang tepat bagi anak. Orangtua, atau secara lebih luas orang dewasa memiliki sudut pandang yang berbeda dengan anak. Kebanyakan orang dewasa merasa benar dengan sudut pandangnya. Oleh karena itu, banyak mengintervensi cara alamiah perkembangan anak.
Ki Hadjar Dewantara menyebutkan peran orangtua tidak tergantikan dalam mendidik anak. Orangtua mempunyai cinta kasih yang membuat mereka berjuang luar biasa demi anaknya. Orangtua adalah mereka yang bisa menerima keadaan anak, mencintai dan member dukungan sepenuh hati. Orangtua percaya anaknya akan berkembang menjadi lebih baik bagaimanapun keadaannya saat ini. Hal ini menyiratkan bahwa bukan kesempurnaan yang dibutuhkan oleh orangtua, melainkan sebentuk cinta kasih pada anak. Sebuah prasyarat yang dapat dipenuhi seluruh orangtua, apapun kondisi sosial ekonomi dan pendidikannya.
Lingkungan belajar anak awalnya adalah lingkungan keluarga. Terdapat tiga proses pendidikan dalam keluarga menurut Ki Hadjar Dewantara. Pertama, pendidikan dari orangtua. Orangtua berperan sebagai penuntun, pengajar dan pemberi contoh. Kedua, saling mendidik antar anggota keluarga. Anak belajar dari orangtua dan saudaranya, serta sebaliknya, orangtua belajar dari anak. Ketiga, mendidik diri sendiri. Anak mendidik dirinya sendirir sebagai anggota keluarga yang mempunyai peran dan tanggung jawab.
Terdapat 4 (empat) peran utama orangtua dalam pendidikan di antaranya :
  1. Menjadi teladan
Orangtua harus menjadi teladan buat anak adalah sebuah kebenaran umum. Bagaimanapun, anak belajar dengan menyaksikan, dan apa yang mereka saksikan kali pertama dan paling berkesan adalah perilaku orang yang paling dekat dan bermakna buat anak, yaitu orangtua. Apa yang dilakukan orangtua adalah penting buat anak. Anak berusaha meniru perilaku orangtua agar bida menjadi bagian dari dunia orangtua, dunia orang dewasa. Semakin sering kemunculan sebuah perilaku dan semakin kuat kesannya, semakin cepat anak belajar. Sebagaimana anak belajar bicara, semakin sering mendengar pembicaraan, semakin cepat pula ia belajar bicara.
Menjadi teladan dapat berupa memberi contoh perilaku yang bisa langsung ditiru atau dipelajari anak. Saat orangtua membaca buku, anak pun meniru membaca buku, bahkan ketika belum bisa membaca buku. Menjadi contoh dapat berupa memberi contoh peran yang butuh diamati, mungkin berulang kali, dipelajari, dan ditiru anak. Ketika orangtua berbagi tugas dengan anakuntuk membersihkan rumah, anak belajar dari orangtua bukan dari perilaku langsung orangtua. Tugas orangtua dan anak, bisa jadi berbeda, semidal menyapu dan mengepel. Namun, anak dapat belajar bagaimana orangtua menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Berikutnya, orangtua menjadi teladan sebagai manusia seutuhnya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Anak belajar keteladanan bukan sebagai sesuatu yang ditiru, melainkan sebagai sumber inspirasi anak.
  1. Menciptakan suasana yang inspiratif
Keluarga adalah tempat ternyaman yang membuat kita ingin kembali. Cara terbaik agar anak betah dirumah bukanlah dengan melarang anak keluar rumah, melainkan dengan menciptakan lingkungan rumah yang nyaman buat anak. Ketika atmosfer rumah nyaman, anak akan betah, dan ketika pergi anak akan rindu dan ingin segera kembali lagi ke rumah.
Belajar adalah proses mencoba hal baru. Belajar membuat anak merasa cemas, dan bahkan takut. Suasana rumah yang nyaman dalam bentuk dukungan kepada anak untuk berani mencoba, berani melakukan eksplorasi. Ia tahu bahwa meski belajar itu mencemaskan, ia bisa kembali pada suasana nyaman di rumahnya. Suasana nyaman rumah menetralisasi ketegangan yang disebabkan proses belajar.
Suasana nyaman meliputi lingkungan fisik, relasi sosial dan iklim belajar. Secara umum, anak pada usia prasekolah suka bergerak kesana dan kemari. Beberapa orangtua menciptakan lingkungan fisik yang membuat mereka harus sering-sering melarang anak, dikarenakan rumah memiliki banyak benda yang membuat anak tidak bebas bergerak atau bahkan berbahaya bagi anak. Lingkungan fisik bukanlah tentang kualitas benda-benda, melainkan kualitas relasi dan atmosfer yang bisa diciptakan.
Sering kali yang dirindukan dari sebuah rumah rumah bukanlah bentuk fisiknya. Rumah bisa sederhana, tetapi anak-anak merindukan sikap anggota keluarga. Satu sama lain saling member perhatian dan kepedulian. Mungkin orangtua sibuk, tetapi tetap berusaha menyempatkan waktu untuk mendampingi dengan perhatian penuh ketika dibutuhkan. Lingkungan fisik dan relasi sosialyang kondusif adalah pembentuk iklim belajar dalam rumah. Belajar bukan dalam artian mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah. Rumah menjadi ruang untuk berbagi ide dan inspirasi antar anggota keluarganya.
Kualitas percakapan dalam keluarga menggambarkan sekaligus membentuk kualitas psikososial dari keluarga tersebut. Semakin banyak kata negative, semakin sering menyalahkan, semakin tidak kondusif suasana rumah. Percakapan dalam keluarga yang sehat cenderung membicarakan sisi positif dua kali lebih banyak daripada sisi negative. Percakapan yang apresiatif akan menjadi stimulasi yang sehat pula bagi anak untuk tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang sehat.
  1. Menstimulasi anak belajar
Stimulasi awal adalah ketika orangtua berperan sebagai teladan dan menciptakan suasana rumah yang inspiratif. Menstimulasi disini adalah merangsang anak agar melakukan suatu tindakan. Menstimulasi adlah membangkitkan dorongan dalam diri anak sehingga melakukan tindakanberdasarkan kemauannya sendiri. 
Menstimulasi awal adalah bagaimana menumbuhkan ketertarikan dan keinginan anak mencoba melakukan suatu tindakan. Menstimulasi bisa dilakukan dengan bercerita, mengingatkan, menunjukkan, memperagakan dan melontarkan pertanyaan-pertanyaanyang menggugah anak.
Menstimulasi berikutnya adalah member kesempatan pada anak belajar dan menguatkan semangat belajar anak. Dapat berupa menyediakan akses pada pengetahuan dan peralatan belajar, menceritakan kisah inspiratif, mengingatkan dan berdiskusi.
Menstimulasi lanjutan bertujuan merawat perilaku dan kebiasaan yang terbentuk. Menstimulasi pada tahapan ini berupa berkomunikasi agar anak berefleksi, memuji perilaku anak, memberikan masukan, memberikan tantangan lanjutan yang dapat memberikan pengalaman seru, penemuan pengetahuan baru atau kebermaknaan yang berbeda.
Pembentukan perilaku butuh proses dan waktu yang panjang. Oleh sebab itu, menstimulasi anak haruslah konsisten dan berkelanjutan. Dengan konsistensi dan berkelanjutan, anak belajar mengenai perilaku yang diharapkan dan prinsip yang diajarkan orangtua. Konsistensi dalam menstimulasi akan membentuk perilaku, bahkan disiplin diri pada anak. Disiplin diri adalah pengaturan diri anak secara mandiri. Bukan disiplin eksternal yang disebabkan kekhawatiran terhadap hukuman atau agar mendapatkan ganjaran.
  1. Menyediakan kesempatan belajar
Kesempatan belajar adalah kemerdekaan mengarahkan sendiri proses belajarnya. Mengarahkan sendiri berarti anak dapat menentukan waktu, tempat dan sumber belajar yang dibutuhkannya. Dengan kesempatan belajar, anak merasa memiliki terhadap proses belajarnya sendiri. Rasa memiliki membuat anak akan berjuang lebih keras dalam melakukan pembelajaran.
Tugas orangtua adalah memberi ruang dan waktu bagi anak untuk belajar. Easkan anak belajar pada waktu yang dipilihnya selama sadar dan sanggup menerima konsekwensi dari pilihannya. Orangtua menyediakan peralatan dan akses pada sumber pengetahuan yang dibutuhkan anak untuk belajar. Menydiakan dapat berarti orangtua membelikan anak, juga berarti mengantarkan anak pada peralatan atau sumber pengetahuan. Prinsipnya, anak punya akses terhadap peralatan dan sumber pengetahuan yang dibutuhkannya, sementara teknisnya sesuai kondisi orangtua.