KELUARGA
SEBAGAI PUSAT PENDIDIKAN
Pokok
pendidikan harus terletak didalam pangkuan ibu bapak, karena hanya dua orang
inilah yang dapat berhamba pada sang anak dengan semurni-murniya dan
seikhlas-ikhlasnya, sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh dibilang
cinta kasih tak terbatas. ~Ki Hadjar
Dewantoro
Anak
adalah masa depan, dan semua tergantung pada masa kini, bagaimana orangtua
mendidik mereka. Niat baik harus disertai pikiran dan perbuatan yang benar
dalam mendidik. Sayangilah anak dengan mendidik yang benar, hantarkan surge
bagi masa depan. Belajarlah terus untuk anak wahai orangtua. ~Mariska Lubis
Menjadi ayah atau ibu adalah sesuatu
yang alamiah. Setiap orang akan mulai menghidupkan kepekaannya ketika mempunyai
anak. Meski tidak pernah ada yang sempurna didunia ini, begitu juga dengan
pengasuhan. Namun, sebagai orangtua akan mengupayakan yang terbaik untuk
anak-anaknya. Orangtua berusaha memberikan makanan dengan nutrisi yang bagus,
membelikan pakaian yang baik, mencarikan sekolah yang bermutu, bahkan tak
sedikit orangtua yang turut berperan dalam menentukan pekerjaan dan cita-cita
anak.
Akan tetapi, selalu memberikan yang
terbaik ternyata bukanlah hal yang tepat bagi anak. Orangtua, atau secara lebih
luas orang dewasa memiliki sudut pandang yang berbeda dengan anak. Kebanyakan
orang dewasa merasa benar dengan sudut pandangnya. Oleh karena itu, banyak
mengintervensi cara alamiah perkembangan anak.
Ki Hadjar Dewantara menyebutkan peran
orangtua tidak tergantikan dalam mendidik anak. Orangtua mempunyai cinta kasih
yang membuat mereka berjuang luar biasa demi anaknya. Orangtua adalah mereka
yang bisa menerima keadaan anak, mencintai dan member dukungan sepenuh hati.
Orangtua percaya anaknya akan berkembang menjadi lebih baik bagaimanapun
keadaannya saat ini. Hal ini menyiratkan bahwa bukan kesempurnaan yang
dibutuhkan oleh orangtua, melainkan sebentuk cinta kasih pada anak. Sebuah
prasyarat yang dapat dipenuhi seluruh orangtua, apapun kondisi sosial ekonomi
dan pendidikannya.
Lingkungan belajar anak awalnya
adalah lingkungan keluarga. Terdapat tiga proses pendidikan dalam keluarga
menurut Ki Hadjar Dewantara. Pertama, pendidikan dari orangtua. Orangtua
berperan sebagai penuntun, pengajar dan pemberi contoh. Kedua, saling mendidik
antar anggota keluarga. Anak belajar dari orangtua dan saudaranya, serta
sebaliknya, orangtua belajar dari anak. Ketiga, mendidik diri sendiri. Anak
mendidik dirinya sendirir sebagai anggota keluarga yang mempunyai peran dan
tanggung jawab.
Terdapat 4 (empat) peran utama
orangtua dalam pendidikan di antaranya :
- Menjadi teladan
Orangtua harus menjadi teladan buat
anak adalah sebuah kebenaran umum. Bagaimanapun, anak belajar dengan
menyaksikan, dan apa yang mereka saksikan kali pertama dan paling berkesan
adalah perilaku orang yang paling dekat dan bermakna buat anak, yaitu orangtua.
Apa yang dilakukan orangtua adalah penting buat anak. Anak berusaha meniru
perilaku orangtua agar bida menjadi bagian dari dunia orangtua, dunia orang
dewasa. Semakin sering kemunculan sebuah perilaku dan semakin kuat kesannya,
semakin cepat anak belajar. Sebagaimana anak belajar bicara, semakin sering
mendengar pembicaraan, semakin cepat pula ia belajar bicara.
Menjadi teladan dapat berupa memberi contoh
perilaku yang bisa langsung ditiru atau dipelajari anak. Saat orangtua membaca buku, anak pun
meniru membaca buku, bahkan ketika belum bisa membaca buku. Menjadi contoh dapat berupa memberi contoh
peran yang butuh diamati, mungkin berulang kali, dipelajari, dan ditiru anak. Ketika orangtua
berbagi tugas dengan anakuntuk membersihkan rumah, anak belajar dari orangtua
bukan dari perilaku langsung orangtua. Tugas orangtua dan anak, bisa jadi
berbeda, semidal menyapu dan mengepel. Namun, anak dapat belajar bagaimana
orangtua menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Berikutnya, orangtua menjadi teladan sebagai manusia
seutuhnya dengan
segala kelebihan dan kekurangannya. Anak belajar keteladanan bukan sebagai
sesuatu yang ditiru, melainkan sebagai sumber inspirasi anak.
- Menciptakan suasana yang inspiratif
Keluarga adalah tempat ternyaman yang
membuat kita ingin kembali. Cara terbaik agar anak betah dirumah bukanlah
dengan melarang anak keluar rumah, melainkan dengan menciptakan lingkungan
rumah yang nyaman buat anak. Ketika atmosfer rumah nyaman, anak akan betah, dan
ketika pergi anak akan rindu dan ingin segera kembali lagi ke rumah.
Belajar adalah proses mencoba hal
baru. Belajar membuat anak merasa cemas, dan bahkan takut. Suasana rumah yang
nyaman dalam bentuk dukungan kepada anak untuk berani mencoba, berani melakukan
eksplorasi. Ia tahu bahwa meski belajar itu mencemaskan, ia bisa kembali pada
suasana nyaman di rumahnya. Suasana nyaman rumah menetralisasi ketegangan yang
disebabkan proses belajar.
Suasana nyaman meliputi lingkungan
fisik, relasi sosial dan iklim belajar. Secara umum, anak pada usia prasekolah
suka bergerak kesana dan kemari. Beberapa orangtua menciptakan lingkungan fisik
yang membuat mereka harus sering-sering melarang anak, dikarenakan rumah
memiliki banyak benda yang membuat anak tidak bebas bergerak atau bahkan
berbahaya bagi anak. Lingkungan fisik bukanlah tentang kualitas benda-benda,
melainkan kualitas relasi dan atmosfer yang bisa diciptakan.
Sering kali yang dirindukan dari
sebuah rumah rumah bukanlah bentuk fisiknya. Rumah bisa sederhana, tetapi
anak-anak merindukan sikap anggota keluarga. Satu sama lain saling member
perhatian dan kepedulian. Mungkin orangtua sibuk, tetapi tetap berusaha
menyempatkan waktu untuk mendampingi dengan perhatian penuh ketika dibutuhkan.
Lingkungan fisik dan relasi sosialyang kondusif adalah pembentuk iklim belajar
dalam rumah. Belajar bukan dalam artian mengerjakan pekerjaan rumah dari
sekolah. Rumah menjadi ruang untuk berbagi ide dan inspirasi antar anggota
keluarganya.
Kualitas percakapan dalam keluarga menggambarkan
sekaligus membentuk kualitas psikososial dari keluarga tersebut. Semakin banyak
kata negative, semakin sering menyalahkan, semakin tidak kondusif suasana
rumah. Percakapan dalam keluarga yang sehat cenderung membicarakan sisi positif
dua kali lebih banyak daripada sisi negative. Percakapan yang apresiatif akan
menjadi stimulasi yang sehat pula bagi anak untuk tumbuh dan berkembang sebagai
pribadi yang sehat.
- Menstimulasi anak belajar
Stimulasi awal adalah ketika orangtua
berperan sebagai teladan dan menciptakan suasana rumah yang inspiratif.
Menstimulasi disini adalah merangsang anak agar melakukan suatu tindakan.
Menstimulasi adlah membangkitkan dorongan dalam diri anak sehingga melakukan
tindakanberdasarkan kemauannya sendiri.
Menstimulasi awal adalah bagaimana
menumbuhkan ketertarikan dan keinginan anak mencoba melakukan suatu tindakan.
Menstimulasi bisa dilakukan dengan bercerita, mengingatkan, menunjukkan,
memperagakan dan melontarkan pertanyaan-pertanyaanyang menggugah anak.
Menstimulasi berikutnya adalah member
kesempatan pada anak belajar dan menguatkan semangat belajar anak. Dapat berupa
menyediakan akses pada pengetahuan dan peralatan belajar, menceritakan kisah
inspiratif, mengingatkan dan berdiskusi.
Menstimulasi lanjutan bertujuan merawat
perilaku dan kebiasaan yang terbentuk. Menstimulasi pada tahapan ini berupa
berkomunikasi agar anak berefleksi, memuji perilaku anak, memberikan masukan,
memberikan tantangan lanjutan yang dapat memberikan pengalaman seru, penemuan
pengetahuan baru atau kebermaknaan yang berbeda.
Pembentukan perilaku butuh proses dan
waktu yang panjang. Oleh sebab itu, menstimulasi anak haruslah konsisten dan
berkelanjutan. Dengan konsistensi dan berkelanjutan, anak belajar mengenai
perilaku yang diharapkan dan prinsip yang diajarkan orangtua. Konsistensi dalam
menstimulasi akan membentuk perilaku, bahkan disiplin diri pada anak. Disiplin
diri adalah pengaturan diri anak secara mandiri. Bukan disiplin eksternal yang
disebabkan kekhawatiran terhadap hukuman atau agar mendapatkan ganjaran.
- Menyediakan kesempatan belajar
Kesempatan belajar adalah kemerdekaan
mengarahkan sendiri proses belajarnya. Mengarahkan sendiri berarti anak dapat
menentukan waktu, tempat dan sumber belajar yang dibutuhkannya. Dengan
kesempatan belajar, anak merasa memiliki terhadap proses belajarnya sendiri.
Rasa memiliki membuat anak akan berjuang lebih keras dalam melakukan
pembelajaran.
Tugas orangtua adalah memberi ruang
dan waktu bagi anak untuk belajar. Easkan anak belajar pada waktu yang dipilihnya
selama sadar dan sanggup menerima konsekwensi dari pilihannya. Orangtua
menyediakan peralatan dan akses pada sumber pengetahuan yang dibutuhkan anak
untuk belajar. Menydiakan dapat berarti orangtua membelikan anak, juga berarti
mengantarkan anak pada peralatan atau sumber pengetahuan. Prinsipnya, anak
punya akses terhadap peralatan dan sumber pengetahuan yang dibutuhkannya,
sementara teknisnya sesuai kondisi orangtua.