~Ramadhan
kedua tanpa Ibu~
Sesaat diputuskan oleh Pemerintah bahwa
esok adalah 1 Ramadhan, maka kami sekeluarga bergegas bersiap untuk menyambut
tarawih pertama. Alhamdulillah semangat umat memakmurkan masjid dan menyambut
bulan mulia sangat terasa kuat pada 1 Ramadhan. Sehingga berimbas pada kami
yang datang terlambat dan bermasbug untuk sholat isya’.
Alhamdulillah..bersyukur berjumpa Ramadhan Kariim.
Ramadhan, identik dengan bulan berkumpul
dengan keluarga. Banyak aktivitas yang dapat kita lakukan bersama keluarga.
Mulai sahur bersama, berbuka bersama, sholat berjamaah, menyiapkan takjil,
tadarus hingga membereskan rumah. Kebahagiaan melakukan hal-hal positif bersama
keluarga yang insyaAllah dapat membangun ikatan dalam sebuah keluarga.
Ibu bersama
cucu-cucunya di Syawwal Terakhir beliau…
Teringat masa-masa masih bersama bapak
dan ibu. Bagaimana bapak dan ibu selalu mencontohkan aktivitas positif (ibadah)
di bulan Ramadhan. Bagaimana beliau berdua selalu teguh membimbing kami untuk
dapat melewati Ramadhan dengan sejuta kesan sekaligus pesan. Dengan sabar, sambil
membawa secangkir kopi, ibu membangunkan saya untuk makan sahur. Menyiapkan
masakan kesukaan agar saya antusias untuk santap sahur. Ibu yang selalu menjadi
ibu peri buat saya.
Ibu yang selalu membesarkan dan
meneguhkan saya untuk menahan lapar dan haus saya agar bisa mencapai beduk
maghrib, sekalipun seharian saya habiskan dengan bermain. Ibu yang menyiapkan
hadiah-hadiah khusus jika saya bisa tekun dan teguh menjalani puasa saya. Ibu
yang dengan sabar membujuk saya untuk ikut bertarawih, mendengarkan tausiyah
dan menjalankan sholat witir hingga tuntas. Oh ibu, beliau motivator terbaik yang tak tergantikan.
Ibu yang disela-sela aktivitas ibadah
beliau menjahit mukenah dan baju lebaran buat saya dan kakak perempuan saya. Ibu
yang selalu siap dengan berbagai menu yang selalu menggoda dan menumbuhkan
selera makan kami. Ibu yang masih punya tenaga untuk membuat kastangel dan
nastar untuk sajian lebaran. Oh Ibu yang super woman bagi saya.
Hingga ketika ibu menghabiskan Ramadhan
bersama keluarga kecil saya. Dengan fisiknya yang prima ibu tetap istiqomah
berpuasa hingga akhir, tarawih, tadarus, tahajjud dan sesekali memasak buat
takjil atau sahur kami. Oh ibu, hingga saya menjadi ibu pun beliau tetap ibu
yang hebat buat saya. Dan saya selalu terkenang.
Menginjak hari ke 7 Ramadhan, entah
mengapa Ramadhan masa kecil saya seperti terpampang jelas di mata saya saat menjalani
sholat tarawih. Sejenak saya mengirim fatihah untuk kedua orangtua saya. Tapi
saya merasakan rindu yang tidak terdefinisikan akan kehadiran beliau berdua. Rindu
untuk mencium tangan beliau berdua setiap kami berpamit. Kangen bagaimana kami
mempersiapkan mudik 4 hari dengan koper besar. Terbayang suasana lebaran yang
marak dan rumah yang penuh tamu pada hari pertama. Bagaimana kami mempersiapkan
seteko besar sirup, Karena dulu belum ada air kemasan praktis dan ibu selalu
sabar untuk menyambut tamu dan menyiapkan itu smua. Allahumaghfirlahum,
warhamhum wa’afihi wa’fuanhum. Bahagiakan beliau berdua Ya Allah. Kami anaknya
menjadi saksi kebaikan-kebaikan beliau berdua.
Menjelang sahur 10 Ramadhan, saya
terkaget dan terbangun Karena merasa dibangunkan oleh ibu untuk santap sahur
setelah beliau menyiapkan semua. Saya lihat jam, sudah pul 03.25. masyaAllah
hampir imsyak dan tidak leluasa untuk
menyiapkan hidangan sahur. Alhamdulillah masih ada waktu untuk menyantap
makanan seadanya. Dan ibu tetap hadir di Ramadhan ini meski lewat mimpi untuk
terus membimbing kami menjalankan Ramadhan dengan penuh suka cita.
Ramadhan kedua tanpa ibu..masih sangat
pilu dan merindukan beliau…
14 Ramadhan 1438 H
Tidak pernah
tahu, bahwa ini syawal terakhir kami bersama ibu…
Maafkan kami bu…