Kamis, 08 Juni 2017

~Ramadhan kedua tanpa Ibu~


Sesaat diputuskan oleh Pemerintah bahwa esok adalah 1 Ramadhan, maka kami sekeluarga bergegas bersiap untuk menyambut tarawih pertama. Alhamdulillah semangat umat memakmurkan masjid dan menyambut bulan mulia sangat terasa kuat pada 1 Ramadhan. Sehingga berimbas pada kami yang datang terlambat dan bermasbug untuk sholat isya’. Alhamdulillah..bersyukur berjumpa Ramadhan Kariim.

Ramadhan, identik dengan bulan berkumpul dengan keluarga. Banyak aktivitas yang dapat kita lakukan bersama keluarga. Mulai sahur bersama, berbuka bersama, sholat berjamaah, menyiapkan takjil, tadarus hingga membereskan rumah. Kebahagiaan melakukan hal-hal positif bersama keluarga yang insyaAllah dapat membangun ikatan dalam sebuah keluarga.

Image may contain: 9 people, people smiling

Ibu bersama cucu-cucunya di Syawwal Terakhir beliau…

Teringat masa-masa masih bersama bapak dan ibu. Bagaimana bapak dan ibu selalu mencontohkan aktivitas positif (ibadah) di bulan Ramadhan. Bagaimana beliau berdua selalu teguh membimbing kami untuk dapat melewati Ramadhan dengan sejuta kesan sekaligus pesan. Dengan sabar, sambil membawa secangkir kopi, ibu membangunkan saya untuk makan sahur. Menyiapkan masakan kesukaan agar saya antusias untuk santap sahur. Ibu yang selalu menjadi ibu peri buat saya.

Ibu yang selalu membesarkan dan meneguhkan saya untuk menahan lapar dan haus saya agar bisa mencapai beduk maghrib, sekalipun seharian saya habiskan dengan bermain. Ibu yang menyiapkan hadiah-hadiah khusus jika saya bisa tekun dan teguh menjalani puasa saya. Ibu yang dengan sabar membujuk saya untuk ikut bertarawih, mendengarkan tausiyah dan menjalankan sholat witir hingga tuntas. Oh ibu, beliau motivator terbaik yang tak tergantikan.

Ibu yang disela-sela aktivitas ibadah beliau menjahit mukenah dan baju lebaran buat saya dan kakak perempuan saya. Ibu yang selalu siap dengan berbagai menu yang selalu menggoda dan menumbuhkan selera makan kami. Ibu yang masih punya tenaga untuk membuat kastangel dan nastar untuk sajian lebaran. Oh Ibu yang super woman bagi saya.

Hingga ketika ibu menghabiskan Ramadhan bersama keluarga kecil saya. Dengan fisiknya yang prima ibu tetap istiqomah berpuasa hingga akhir, tarawih, tadarus, tahajjud dan sesekali memasak buat takjil atau sahur kami. Oh ibu, hingga saya menjadi ibu pun beliau tetap ibu yang hebat buat saya. Dan saya selalu terkenang.

Menginjak hari ke 7 Ramadhan, entah mengapa Ramadhan masa kecil saya seperti terpampang jelas di mata saya saat menjalani sholat tarawih. Sejenak saya mengirim fatihah untuk kedua orangtua saya. Tapi saya merasakan rindu yang tidak terdefinisikan akan kehadiran beliau berdua. Rindu untuk mencium tangan beliau berdua setiap kami berpamit. Kangen bagaimana kami mempersiapkan mudik 4 hari dengan koper besar. Terbayang suasana lebaran yang marak dan rumah yang penuh tamu pada hari pertama. Bagaimana kami mempersiapkan seteko besar sirup, Karena dulu belum ada air kemasan praktis dan ibu selalu sabar untuk menyambut tamu dan menyiapkan itu smua. Allahumaghfirlahum, warhamhum wa’afihi wa’fuanhum. Bahagiakan beliau berdua Ya Allah. Kami anaknya menjadi saksi kebaikan-kebaikan beliau berdua.

Menjelang sahur 10 Ramadhan, saya terkaget dan terbangun Karena merasa dibangunkan oleh ibu untuk santap sahur setelah beliau menyiapkan semua. Saya lihat jam, sudah pul 03.25. masyaAllah hampir imsyak dan  tidak leluasa untuk menyiapkan hidangan sahur. Alhamdulillah masih ada waktu untuk menyantap makanan seadanya. Dan ibu tetap hadir di Ramadhan ini meski lewat mimpi untuk terus membimbing kami menjalankan Ramadhan dengan penuh suka cita.

Ramadhan kedua tanpa ibu..masih sangat pilu dan merindukan beliau…


14 Ramadhan 1438 H

Image may contain: 16 people, people smiling

Tidak pernah tahu, bahwa ini syawal terakhir kami bersama ibu…

Image may contain: 7 people

Maafkan kami bu…


Rabu, 08 Februari 2017

Keluarga Sebagai Pusat Pendidikan



KELUARGA SEBAGAI PUSAT PENDIDIKAN

sumber gambar : mesjidui.ui.ac.id
Pokok pendidikan harus terletak didalam pangkuan ibu bapak, karena hanya dua orang inilah yang dapat berhamba pada sang anak dengan semurni-murniya dan seikhlas-ikhlasnya, sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh dibilang cinta kasih tak terbatas. ~Ki Hadjar Dewantoro
Anak adalah masa depan, dan semua tergantung pada masa kini, bagaimana orangtua mendidik mereka. Niat baik harus disertai pikiran dan perbuatan yang benar dalam mendidik. Sayangilah anak dengan mendidik yang benar, hantarkan surge bagi masa depan. Belajarlah terus untuk anak wahai orangtua. ~Mariska Lubis
Menjadi ayah atau ibu adalah sesuatu yang alamiah. Setiap orang akan mulai menghidupkan kepekaannya ketika mempunyai anak. Meski tidak pernah ada yang sempurna didunia ini, begitu juga dengan pengasuhan. Namun, sebagai orangtua akan mengupayakan yang terbaik untuk anak-anaknya. Orangtua berusaha memberikan makanan dengan nutrisi yang bagus, membelikan pakaian yang baik, mencarikan sekolah yang bermutu, bahkan tak sedikit orangtua yang turut berperan dalam menentukan pekerjaan dan cita-cita anak.
Akan tetapi, selalu memberikan yang terbaik ternyata bukanlah hal yang tepat bagi anak. Orangtua, atau secara lebih luas orang dewasa memiliki sudut pandang yang berbeda dengan anak. Kebanyakan orang dewasa merasa benar dengan sudut pandangnya. Oleh karena itu, banyak mengintervensi cara alamiah perkembangan anak.
Ki Hadjar Dewantara menyebutkan peran orangtua tidak tergantikan dalam mendidik anak. Orangtua mempunyai cinta kasih yang membuat mereka berjuang luar biasa demi anaknya. Orangtua adalah mereka yang bisa menerima keadaan anak, mencintai dan member dukungan sepenuh hati. Orangtua percaya anaknya akan berkembang menjadi lebih baik bagaimanapun keadaannya saat ini. Hal ini menyiratkan bahwa bukan kesempurnaan yang dibutuhkan oleh orangtua, melainkan sebentuk cinta kasih pada anak. Sebuah prasyarat yang dapat dipenuhi seluruh orangtua, apapun kondisi sosial ekonomi dan pendidikannya.
Lingkungan belajar anak awalnya adalah lingkungan keluarga. Terdapat tiga proses pendidikan dalam keluarga menurut Ki Hadjar Dewantara. Pertama, pendidikan dari orangtua. Orangtua berperan sebagai penuntun, pengajar dan pemberi contoh. Kedua, saling mendidik antar anggota keluarga. Anak belajar dari orangtua dan saudaranya, serta sebaliknya, orangtua belajar dari anak. Ketiga, mendidik diri sendiri. Anak mendidik dirinya sendirir sebagai anggota keluarga yang mempunyai peran dan tanggung jawab.
Terdapat 4 (empat) peran utama orangtua dalam pendidikan di antaranya :
  1. Menjadi teladan
Orangtua harus menjadi teladan buat anak adalah sebuah kebenaran umum. Bagaimanapun, anak belajar dengan menyaksikan, dan apa yang mereka saksikan kali pertama dan paling berkesan adalah perilaku orang yang paling dekat dan bermakna buat anak, yaitu orangtua. Apa yang dilakukan orangtua adalah penting buat anak. Anak berusaha meniru perilaku orangtua agar bida menjadi bagian dari dunia orangtua, dunia orang dewasa. Semakin sering kemunculan sebuah perilaku dan semakin kuat kesannya, semakin cepat anak belajar. Sebagaimana anak belajar bicara, semakin sering mendengar pembicaraan, semakin cepat pula ia belajar bicara.
Menjadi teladan dapat berupa memberi contoh perilaku yang bisa langsung ditiru atau dipelajari anak. Saat orangtua membaca buku, anak pun meniru membaca buku, bahkan ketika belum bisa membaca buku. Menjadi contoh dapat berupa memberi contoh peran yang butuh diamati, mungkin berulang kali, dipelajari, dan ditiru anak. Ketika orangtua berbagi tugas dengan anakuntuk membersihkan rumah, anak belajar dari orangtua bukan dari perilaku langsung orangtua. Tugas orangtua dan anak, bisa jadi berbeda, semidal menyapu dan mengepel. Namun, anak dapat belajar bagaimana orangtua menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Berikutnya, orangtua menjadi teladan sebagai manusia seutuhnya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Anak belajar keteladanan bukan sebagai sesuatu yang ditiru, melainkan sebagai sumber inspirasi anak.
  1. Menciptakan suasana yang inspiratif
Keluarga adalah tempat ternyaman yang membuat kita ingin kembali. Cara terbaik agar anak betah dirumah bukanlah dengan melarang anak keluar rumah, melainkan dengan menciptakan lingkungan rumah yang nyaman buat anak. Ketika atmosfer rumah nyaman, anak akan betah, dan ketika pergi anak akan rindu dan ingin segera kembali lagi ke rumah.
Belajar adalah proses mencoba hal baru. Belajar membuat anak merasa cemas, dan bahkan takut. Suasana rumah yang nyaman dalam bentuk dukungan kepada anak untuk berani mencoba, berani melakukan eksplorasi. Ia tahu bahwa meski belajar itu mencemaskan, ia bisa kembali pada suasana nyaman di rumahnya. Suasana nyaman rumah menetralisasi ketegangan yang disebabkan proses belajar.
Suasana nyaman meliputi lingkungan fisik, relasi sosial dan iklim belajar. Secara umum, anak pada usia prasekolah suka bergerak kesana dan kemari. Beberapa orangtua menciptakan lingkungan fisik yang membuat mereka harus sering-sering melarang anak, dikarenakan rumah memiliki banyak benda yang membuat anak tidak bebas bergerak atau bahkan berbahaya bagi anak. Lingkungan fisik bukanlah tentang kualitas benda-benda, melainkan kualitas relasi dan atmosfer yang bisa diciptakan.
Sering kali yang dirindukan dari sebuah rumah rumah bukanlah bentuk fisiknya. Rumah bisa sederhana, tetapi anak-anak merindukan sikap anggota keluarga. Satu sama lain saling member perhatian dan kepedulian. Mungkin orangtua sibuk, tetapi tetap berusaha menyempatkan waktu untuk mendampingi dengan perhatian penuh ketika dibutuhkan. Lingkungan fisik dan relasi sosialyang kondusif adalah pembentuk iklim belajar dalam rumah. Belajar bukan dalam artian mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah. Rumah menjadi ruang untuk berbagi ide dan inspirasi antar anggota keluarganya.
Kualitas percakapan dalam keluarga menggambarkan sekaligus membentuk kualitas psikososial dari keluarga tersebut. Semakin banyak kata negative, semakin sering menyalahkan, semakin tidak kondusif suasana rumah. Percakapan dalam keluarga yang sehat cenderung membicarakan sisi positif dua kali lebih banyak daripada sisi negative. Percakapan yang apresiatif akan menjadi stimulasi yang sehat pula bagi anak untuk tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang sehat.
  1. Menstimulasi anak belajar
Stimulasi awal adalah ketika orangtua berperan sebagai teladan dan menciptakan suasana rumah yang inspiratif. Menstimulasi disini adalah merangsang anak agar melakukan suatu tindakan. Menstimulasi adlah membangkitkan dorongan dalam diri anak sehingga melakukan tindakanberdasarkan kemauannya sendiri. 
Menstimulasi awal adalah bagaimana menumbuhkan ketertarikan dan keinginan anak mencoba melakukan suatu tindakan. Menstimulasi bisa dilakukan dengan bercerita, mengingatkan, menunjukkan, memperagakan dan melontarkan pertanyaan-pertanyaanyang menggugah anak.
Menstimulasi berikutnya adalah member kesempatan pada anak belajar dan menguatkan semangat belajar anak. Dapat berupa menyediakan akses pada pengetahuan dan peralatan belajar, menceritakan kisah inspiratif, mengingatkan dan berdiskusi.
Menstimulasi lanjutan bertujuan merawat perilaku dan kebiasaan yang terbentuk. Menstimulasi pada tahapan ini berupa berkomunikasi agar anak berefleksi, memuji perilaku anak, memberikan masukan, memberikan tantangan lanjutan yang dapat memberikan pengalaman seru, penemuan pengetahuan baru atau kebermaknaan yang berbeda.
Pembentukan perilaku butuh proses dan waktu yang panjang. Oleh sebab itu, menstimulasi anak haruslah konsisten dan berkelanjutan. Dengan konsistensi dan berkelanjutan, anak belajar mengenai perilaku yang diharapkan dan prinsip yang diajarkan orangtua. Konsistensi dalam menstimulasi akan membentuk perilaku, bahkan disiplin diri pada anak. Disiplin diri adalah pengaturan diri anak secara mandiri. Bukan disiplin eksternal yang disebabkan kekhawatiran terhadap hukuman atau agar mendapatkan ganjaran.
  1. Menyediakan kesempatan belajar
Kesempatan belajar adalah kemerdekaan mengarahkan sendiri proses belajarnya. Mengarahkan sendiri berarti anak dapat menentukan waktu, tempat dan sumber belajar yang dibutuhkannya. Dengan kesempatan belajar, anak merasa memiliki terhadap proses belajarnya sendiri. Rasa memiliki membuat anak akan berjuang lebih keras dalam melakukan pembelajaran.
Tugas orangtua adalah memberi ruang dan waktu bagi anak untuk belajar. Easkan anak belajar pada waktu yang dipilihnya selama sadar dan sanggup menerima konsekwensi dari pilihannya. Orangtua menyediakan peralatan dan akses pada sumber pengetahuan yang dibutuhkan anak untuk belajar. Menydiakan dapat berarti orangtua membelikan anak, juga berarti mengantarkan anak pada peralatan atau sumber pengetahuan. Prinsipnya, anak punya akses terhadap peralatan dan sumber pengetahuan yang dibutuhkannya, sementara teknisnya sesuai kondisi orangtua.

Minggu, 14 Agustus 2016

“Hijrahku Mengenal Aku”
( sesi sharing bersama Mbak Peggy Melati Sukma)




Alhamdulillah sore ini berkesempatan menghadiri suatu pertemuan yang dihadiri oleh mbak Peggy Melati  Sukma. Awalnya bertanya-tanya, apa yang akan beliau sampaikan. Namun setelah mendengarkan ulasan beliau, cerita pengalaman beliau, masyaAllah setiap yang disampaikan sarat makna.
Awalnya beliau mengajak kita mengingat peristiwa hijrah Rasulullah Muhammad SAW. Peristiwa itu sarat akan ibrah, dimana Rasulullah sendiri menampakkan kepedihannya meninggalkan kota Makkah yang dicintainya, berjuang melawan ketakutan, menyusun strategi untuk dapat lolos dan meneguhkan diri, menguatkan keimanan pada perintah Allah SWT. Proses hijrah yang dialami Rasul mencontohkan pada kita, bahwa hijrah membutuhkan pengorbanan dan keteguhan. Bagaimana Rasulullah harus menyusun strategi untuk dapat mengelabui kaum Quraisy, ketika meminta Sayyidina Ali menggantikannya di tempat tidurnya. Bagaimana Rasulullah bertahan di gua tsur selama 3 (tiga hari) dengan keterbatasan bekal (blockade) dan terus meyakinkan Sayyidina Abu bakar tentang pertolongan Allah SWT. Bagaimana Rasulullah mencucurkan air mata menatap kota Makkah yang dicintainya harus ditinggalkan karena perintah Allah SWT. Bagaimana Rasulullah terus meneguhkan niat untuk samai di kota Madinah. Dan MasyaAllah, ketika sampai di Madinah, Allah sudah mempersaudarakan kaum Anshor dan Muhajirin. Hingga keletihan dan tantangan hijrah terbayarkan oleh suka cita kota Madinah. Selanjutnya Madinah menjadi pusat tersebarnya Islam ke seluruh dunia.
Dalam proses Hijrah Rasulullah tersebut, Mbak Peggy menyebutkan hal yang menjadi inspirasi kita sebagai kaum Muslimin adalah inspirasi Tauhid. Bagaimana Rasulullah mencontohkan meski penuh perjuangan, pengorbanan dan airmata namun beliau tetap teguh akan janji Allah. Bahwa Allah akan Membayar perjuangan hijrah kita dengan hal-hal yang membahagiakan dan keberkahan hidup melebihi sebelumnya.
Berikutnya makna hijrah yang disampaikan Rasulullah adalah perjalanan yang terus menerus menuju Allah. Hidup mempunyai pilihan, berbuat baik atau tidak baik, namun pada ujung penghidupan, kita hanya punya satu pilihan yaitu Surga Allah (Jannah). Hal itulah yang mendasari kita untuk terus menerus berhijrah dan meyakinkan diri untuk berbuat baik dan menuju kebaikan. Dalam kehidupan setiap insan selalu dihadapkan pada cobaan kebahagiaan maupun kesusahan. Tinggal bagaimana kita membuat pilihan, apakah cobaan tersebut akan membawa kita kepada Allah atau menjauhiNya. Ketika kita diuji kebahagiaan lalu kita melupakanNya, atau melalaikanNya, maka tidak lama kita akan dihadapkan pada ujian kesusahan yang ‘seharus’nya membuat kita mendekat kepada Allah SWT. Maka sejatinya, Hijrah tidak menunggu momentum. Setiap saat kita harus terus berjuang menghijrahkan diri ke arah yang lebih baik dengan terus meningkatkan ibadah kita.
Seperti halnya Mbak Peggy, yang menceritakan pengalaman dirinya, selama 20 tahun hidup berkecukupan, memiliki banyak usaha, tenar, banyak uang namun sayang hal tersebut tidak menjadikannya mendekat dan ingat kepada Allah. Selanjutnya, Allah datangkan ujian kesusahan hanya 2 tahun. Beliau menyatakan kesyukurannya, karena ujian tersebut tidak selama sebelumnya dan hal tersebut sudah mampu mengingatkanNya untuk terus kembali kepada Allah dengan memperbaiki dirinya.
Baginya, amanah tubuhnya yang harus dijaga ternyata sebelumnya dengan mudahnya ia memamerkannya. Seharusnya ia mampu menjaga sholatnya, namun karena beberapa hal, ia lalai dan mengalahkannya dengan urusan dunia. Ia juga mengakui lama meninggalkan membaca Al Qur’an. Bersikap kurang bijak pada relasi bisnisnya, bahkan ia menyebutkan diri sebagai monster, karena siap menghancurkan siapa saja yang mengusik bisnis atau usahanya.
Allah hadirkan ujian keterpurukan. selama 20 tahun, ia memiliki segalanya, selanjutnya ia terjatuh dan tidak memiliki apa apa. Usaha semua hancur, hutang menumpuk, kecantikan yang dibanggakan diuji dengan wajah yang penuh nanah, masalah keluarga datang bertubi, dan tidak mendapatkan kontrak kerja lagi.
Dengan mengucap Hamdalah, mbak Peggy mengungkapkan syukurnya, bahwa ia masih diingatkan untuk kembali pada Allah. Ia lalu kembali membaca Al Qur’an, memperbaiki sholat-sholatnya, baik yang wajib maupun yang sunnah, memperbaiki shiamnya dan meningkatkan sedekahnya. Ia mentafakkuri  apa yang sudah ia alami dan apa yang sudah ia lakukan. Dan berikutnya ia bertekad untuk memperbaiki diri, memperbaiki hubungan dengan Allah dengan menyegerakan mengerjakan apa yang diperintah Allah SWT.
Beliau berbagi cara beliau “hijrahku mengenal aku” adalah dengan menanyakan kembali kepada dirinya,
1.      Siapa aku? Aku hanyalah hamba Allah, tidak akan mampu jika Allah tidak Memampukan
2.     Dari mana asalku ? Dari Allah, misi penciptaan kita adalah beribadah kepada Allah
3.      Apa Tugasku ?Khalifatulloh, wakil Allah dimuka bumi jadi selayaknya kita hanya mengerjakan yang diperintahkan oleh Allah termasuk menjaga hubungan baik dengan sesama
4.     Kemana aku akan pergi ? Kembali pada Allah
Jadilah sosok Peggy Melati Sukma yang saat ini menjadi sosok yang sangat menginspiratif muslimah dengan sepak terjangnya di jalan dakwah. Kesan yang saya dapatkan dari pertemuan singkat kemarin adalah bahwa apa yang disampaikan selalu sarat makna dan memotivasi kita semua untuk terus meningkatkan ibadah kita. Karena pesannya ketika kita meningkatkan hubungan dengan Yang Maha segalanya, Mengutamakan Allah daripada urusan dunia, maka Allah akan Memudahkan kita menjalani kehidupan didunia.

Surabaya 12 Agustus 2016
Masjid Al Ikhlas, Palm Spring






Minggu, 15 Mei 2016

KONGKOW PARENTING CHAPTER 1
“ANAK KITA BUKAN KITA”
Bersama Bp. M. Ikhsan dan Bp. Munif Chatib



Alhamdulillah, berkesempatan mengikuti acara kongkow parenting bersama beliau berdua, menimba banyak ilmu praktis keorangtuaan. Karena memang sejauh ini, menjadi orangtua sejatinya haruslah menjadi pembelajar yang terus menerus, agar mampu mengemban amanah terbaik dari Allah SWT, yaitu ANAK.

Acara dibuka dengan sambutan Prof. Budi, Pembantu Dekan FISIP UNAIR sebagai tuan rumah. Sekilas beliau menyampaikan keprihatinan pada generasi muda saat ini, dengan mencontohkan perilaku mahasiswanya, beliau menyampaikan baru saja mengeluarkan nilai ‘E’ untuk 19 orang mahasiswanya yang memiliki tugas yang seragam..sama persis…

Berikutnya Pak Ikhsan, selaku kepala Dinas Pendidikan Surabaya, membuka acara ini dengan memaparkan beberapa fakta perilaku anak-anak hingga remaja di Surabaya yang selama ini menjadi ranah tanggungjawab Dinas Pendidikan. Disamping itu, beliau juga menyampaikan beberapa program yang telah dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Surabaya dalam upayanya memaksimalkan pendidikan karakter anak-anak hingga remaja di Surabaya.

Beberapa fakta yang mengejutkan (bagi saya) setelah kasus YY di Bengkulu dan kasus X di Surabaya, yang pelakunya ada yang masih kelas 3 SD, adalah, pola ‘interaksi pertemanan’ dengan lawan jenis yang sudah semakin intim dan vulgar serta kontrol sosial yang semakin lemah di Surabaya. jika dahulu, anak-anak mendapat sanksi sosial dengan mudah ketika berperilaku memalukan, saat ini, orang dewasa yang ada cenderung mengabaikan dan menganggap hal tersebut bukan menjadi tanggungjawab bersama.

Disamping itu, pihak pemkot dan dinas pendidikan Surabaya, selama ini secara rutin telah melakukan razia malam yang ‘menghasilkan’ anak-anak dibawah 18 tahun sukses terjaring sebanyak satu truk satpol PP. Ketika akan dikembalikan pada orangtuanya, banyak orangtua yang tidak mengakui bahwa salah satunya anaknya atau mereka memberikan data orangtua ‘palsu’.

Beberapa program yang sudah dijalankan oleh dinas pendidikan Surabaya adalah konselor sebaya. Konselor sebaya, adalah program yang mengaktifkan siswa untuk mampu menjadi teman curhat dan aware terhadap perubahan perilaku teman sebayanya. Hal ini diharapkan mampu meredam ‘kegalauan’ remaja yang sedang bermasalah agar tidak mencari pelampiasan pada hal-hal negatif dan membahayakan.

Disamping itu, dinas pendidikan Surabaya juga bekerjasama dengan BNN untuk aktif berkampanye anti narkoba dengan memasukkan kurikulum anti narkoba pada pembelajaran tematik yang ada. Satu lagi program yang telah berjalan hampir satu tahun adalah “kampunge arek suroboyo” dimana mencoba mengaktifkan kembali seluruh lapisan masyarakat agar mampu berperan sebagai ‘orangtua’ bagi setiap anak di Surabaya.
 
Pak Ikhsan menutup pemaparannya dengan peribahasa dari Arab “jangan mengharapkan bayangan itu lurus, jika barang aslinya bengkok”. Beliau menganalogikan bahwa orangtua adalah barang asli dan bayangan adalah anak, maka jika ingin memiliki anak yang baik, sukses, maka jadilah orangtua yang baik. Dan forum kongkow parenting adalah salah satu sarana belajar orangtua untuk berproses menjadi orangtua yang baik untuk anak-anaknya.

 Pembicara berikutnya adalah Bp. Munif Chatib. Pakar parenting yang sudah tidak asing dengan karya-karyanya yang fenomenal diantaranya “orangtuanya manusia”. Beliau membuka pemaparan materinya dengan menyampaikan kenapa forum parenting itu PENTING. Diantaranya adalah karena kebutuhan sekolah, kepentingan kinerja pekerja di perusahaan dan kebutuhan Negara Indonesia.

Parenting diawali adalah dengan mengenali anak kita. 
Dan pelajaran hari ini terdapat 9 poin yaitu :
1.       Anak kita bukan KITA. Puisi yang ditulis Khalil Gibran menjadi dasar renungan bagi kami sebagai peserta saat itu. Disamping itu Mendikbud kita, Bp. Anis Baswedan menyampaikan bahwa : anak-anak kita hidup di abad 21, orangtuanya hidup diabad 20 sedang sekolah-sekolah yang ada masih dengan sistem abad 19. Sungguh jurang yang harus disadari setiap orangtua, bahwa tantangan anak-anak kita berbeda dengan orangtuanya maka sebagai orangtua harus terus belajar memahami situasi untuk dapat menerapkan pola asuh yang tepat.
2.      Yakin, setiap anak memiliki potensi, bagaimanapun kondisinya. Pak Munif kembali menceritakan kisah yang sudah beliau sampaikan dibuku “orangtuanya manusia” yaitu kisah Achmad. Dimana Achmad adalah menyandang cerebral palsy yang membawa pengaruh sangat banyak bagi orangtuanya, sehingga orangtuanya berubah menjadi orangtuanya manusia, bertransformasi sebagai seseorang yang selalu mendekati Sang PenciptaNya.
Potensi seorang anak dapat muncul sebagai KEMAMPUAN anak atau muncul sebagai PENGARUH pada lingkungannya.
3.      Potensi itu BAKAT, fitrah dari TUHAN. Sifatnya terpendam, harus dipantik, dipengaruhi pola asuh serta ada kemungkinan tidak muncul jika tidak ada pemantik dan kesempatan yang muncul.
4.      Bakat, terkait dengan pemenuhan kebutuhan anak. Seorang anak dimungkinkan tidak memunculkan bakatnya dikarenakan belum terpenuhi kebutuhannya. Maka dari itu, orangtua haruslah peka terhadap kebutuhan anak.
5.      Bakat terlihat dari RASA SUKA. Kenali rasa suka anak akan suatu hal.
6.      Bakat biasanya memunculkan banyak SPECIAL MOMENT atau kejadian yang luar biasa.
7.       Bakat itu Pembelajar Cepat. Rasa suka yang ditemukan harus ditindak lanjutu dengan merumahakademiskan (ada silabus), jika dipelajari dengan cepat maka itulah abakat anak kita. Namun jika terhambat, jangan dipaksa.
8.      Orangtua harus menjadi KATALISATOR bakat anak. Berikan pengalaman yang menyenangkan pada anak-anak kita. Jangan terus melihat kelemahan anak.
9.      Sekolah harus menjadi Pengembang bakat anak.



Kongkow parenting juga diakhiri dengan sesi sharing dan Tanya jawab dari beberapa peserta. Banyak pelajaran yang didapatkan dari forum ini, semoga istiqomah, berkembang dan berkah. Amiin.


Kamis, 10 September 2015

Media Televisi, kawan ataukah lawan bagi keluarga? *

Diyana Rochmawati, S.Psi **




Televisi, sejak 30 tahun terakhir sudah bukan menjadi barang mewah bagi masyarakat Indonesia. Bahkan, saat ini setiap rumah atau setiap keluarga selalu memiliki televisi. Dan rata-rata televise yang ada merupakan telivisi dengan tekhnologi terkini.
Sudah lama terjadi perdebatan, tentang manfaat televise bagi keluarga. Sebagian pakar pendidikan menyajikan beberapa penelitian tentang bahaya televisi. Namun hal tersebut belum mampu menggoyahkan kebutuhan hiburan televisi dalam keluarga. AAP (American Academic Pediatrics) dalam salah satu jurnalnya menyarankan setiap anak diatas 2 tahun hanya boleh melihat televise maksimal 2 jam dalam sehari. Dan kesempatan 2 jam tersebut hanya boleh digunakan untuk melihat program-program yang mendidik dan membangun karakter anak.

Mengapa demikian?

Karena beberapa penelitian juga menyebutkan beberapa akibat buruk yang ditimbulkan apabila seorang anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama televise. 

Diantaranya :
1.       Gangguan konsentrasi. Televisi menyajikan berbagai macam spektrum warna dan perubahan tayangan yang begitu beragam durasinya. Bahkan disinyalir seorang anak hanya mampu mempertahankan perhatian, sesuai dengan durasi iklan.

2.       Gangguan bahasa. Beberapa tayangan televisi memperlihatkan dialog-dialog yang kurang dapat merangsang perkembangan bahasa seorang anak. Terutama tayangan film anak-anak yang dengan tokoh binatang.

3.       Obesitas. Dengan banyak menghabiskan waktu didepan televisi, seorang anak jarang melakukan aktivitas fisik (bergerak) dan ngemil. Hal ini yang dapat menimbulkan kasus obesitas pada sebagian anak-anak

4.       Gangguan relasi sosial. Kenyamanan berada didepan televisi, membuat anak hanya berinteraksi dengan televisi dan mengurangi kesempatan membangun relasi pertemanan dengan sebayanya. Ia menjadi canggung, kurang dapat mengawali pembicaraan atau mungkin kurang dapat berempati terhadap apa yang dirasakan temannya. Disamping itu relasi dengan anggota keluarga yang lain pun akan terganggu

5.       Gangguan Belajar. Secara tidak langsung, durasi melihat televisi yang lama akan membuat seorang anak kurang bersemangat untuk belajar atau mengulang pelajarannya, akibatnya prestasi sekolah akan menurun.

6.       Perilaku agresif. Tayangan-tayangan di televisi yang menyajikan kekerasan, jika tanpa pendamp[ingan akan ditelan mentah-mentah oleh anak yang menontonnya. Dan anak sebagai peniru ulung akan mempraktikkan apa yang dilihatnya tersebut

Demikianlah beberapa dampak buruk yang mungkin muncul jika kita tidak melakukan pembatasan atau pendampingan bagi anak-anak kita dalam memanfaatkan media televisi sebagai media hiburan yang tergolong murah saat ini.
Namun peniadaan televisi juga bukan solusi. Ketika kita semena-mena meniadakan televisi di rumah, sang anak akan dengan mudah mendapatkan televise, di fasilitas umum, atau di rumah temannya. Akan sama bahayanya jika kita tidak mengarahkan atau melakukan pendampingan.
Tidak dapat dipungkiri, beberapa content televisi masih kita butuhkan. Selain menghibur, kita juga harus pandai memanfaatkan televisi sebagai media pendidikan bagi anak-anak kita. Jadi yang diperlukan saat ini adalah pemilihan program yang tepat dan pendampingan yang intens.

*) disampaikan pada talkshow sam fm, 8 Sept 2015
**) Ibu rumah tangga, yang mencoba memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya di rumah.
Praktisi ilmu psikologi, yang saat ini masih terus belajar perkembangan ilmu psikologi.


Rabu, 06 Mei 2015

Syukur atas anak...

SYUKUR IBU...


Malam pun semakin larut…dan sayapun masih sulit memejamkan mata..
Teringat banyak hikmah yang ingin saya bagi dan menari—nari pada pengantar tidur saya malam ini..
Semua ini tentang kebaikan dan karunia Allah yang tiada terkira..
Terutama terkait dengan keberadaan anak-anak saya sebagai titipanNya
Segala Puji Hanya Bagi Mu Ya Allah...Allah Maha Pemurah & Pengasih..

Menjadi Ibu sejatinya adalah berkah tak ternilai bagi wanita karena masih banyak wanita yang belum berkesempatan dipanggil ibu..
Lebih jauh lagi ketika kita memandang anak-anak kita yang luar biasa, sehat lahir batin dan tidak menampakkan hambatan atau kelainan..sungguh itu adalah nikmat yang sangat tak terkira.

Sebagian ibu di percaya dengan anaknya yang mengalami ”autis”, anak dengan respon emosi yang meluap, relatif sulit berkomunikasi, kurang dapat mengelola emosinya, kurang dapat mengatur dirinya, dan banyak hal lainnya yang menurut saya menguji kesabaran ibunya..
Memandang anak-anak saya...alhamdulillah...mereka masih membalas senyum saya..menerima pelukan hangat saya, komunikatif dan memahami ketika kami saling bercerita serta cukup mampu mengembangkan relasi..
Betapa nikmat tak terkira dari Allah yang sepatutnya kita syukuri

Sebagian orang tua lagi dipercaya dengan anak-anaknya yang ”retardasi mental”. Apa sih itu..adanya penurunan usia atau kemampuan mental yang tidak sesuai dengan usia sesunggunhya. Misalkan anak dengan usia 8 tahun, tapi ia hanya dapat menguasai tugas-tugas usia 2 tahun atau 3 tahun. Dampaknya, jelas saja mereka akan mengalami kesulitan untuk mandiri, menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah serta tuntutan akademis, dan lain sebagainya. Bahkan kemarin saya menemui anak setingkat kelas 2 SMP belum dapat mengenal huruf satupun..
Sekali lagi..melihat anak-anak saya yang tumbuh dan berkembang sesuai usianya..sungguh satu nikmat besar lagi yang harus banyak kami syukuri. Sesekali mereka mengalami perlambatan penguasaan suatu tugas, namun dengan latihan, mereka mampu mengejarnya.
Maka Nikmat Allah mana lagi yang kamu dustakan..

Beberapa Ibu diberi amanah anak-anak dengan kecenderungan sulit diatur, berkata kasar, tidak pernah pulang atau bahkan terlibat tindak kriminal atau narkoba..
Suatu waktu, saya menjumpainya pada anak seusia anak saya yang besar yaitu kelas 6 SD. Pada usianya itu, setiap harinya ia pulang sekolah paling sore jam 10 malam, mengumpat dan berkata kasar pada orang tua, mencuri uang orang tua dan kakaknya, mulai merokok bahkan sekali tertangkap mencoba oplosan pil..
Hati orang tua mana yang tidak terluka...
Alhamdulillah....anak-anak saya masih sewajarnya anak-anak..masih memiliki ketakutan melanggar aturan.

Disinilah...ketika kita mungkin kesal dengan perilaku anak-anak kita (manusiawi), kita harus selalu mengingat...bahwa masih banyak kenikmatan, kelebihan pada anak-anak kita yang harus kita syukuri..

Allah pasti membekali setiap insan dengan kelebihan dan kelemahan, dan mengetahui ada beberapa anak yang mungkin dianggap ”kurang beruntung” seperti beberapa contoh diatas, maka tidak ada alasan bagi kita untuk menyia-nyiakan anak-anak kita dan tidak mensyukurinya..

Sekalipun banyak rahasia Allah dibalik ujian para orangtua dengan anak-anak berkebutuhan khusus diatas, namun apa yang ada dihadapan kita saat ini, anak-anak yang sehat lahir batin, sudah seharusnya kita syukuri, sayangi, pelihara hingga Yang Mempercayakan memutuskan..


Wallahu A’lam...

06052015 ~ 00.47 Suatu malam menjelang ujian seminar ABK...


Kamis, 23 April 2015

TV, sebagai teman atau lawan?



Text Box: Televisi sebagai teman atau lawan bagi anak??

Beberapa hari yang lalu saya mendengar keluhan salah seorang guru TK tentang perubahan perilaku anak-anak dengan menirukan perilaku tokoh-tokoh kartun di televisi yang mengarah pada kekerasan. Dan sehari-hari sering kita melihat anak-anak berperilaku seperti yang ditayangkan di televisi. Hal ini cukup memprihatinkan ketika perilaku yang ada mengganggu dan menyakiti baik dirinya maupun orang lain.

Anak sebagai peniru ulung, pembelajar cepat tidak diragukan lagi. Dengan daya serapnya yang tinggi anak akan dengan mudah menerima, menyerap dan menyimpan berbagai informasi yang dilihat, didengar dan dirasakannya. Apalagi, jika informasi tersebut mampu menyentuh area emosi anak, maka anak akan dengan cepat dan mudah menyerapnya. Ketika anak bahagia anak akan dengan mudah mempelajari sesuatu.

Terkait dengan acara televisi, yang sarat dengan gambar atau animasi yang menarik dan menyenangkan bagi anak, maka menjadikan anak bertahan menerima semua informasi. Dan ditunjang suasana hati yang menyenangkan, dapat kita bayangkan betapa anak akan dengan sukarela dan sepenuh hati menerima dan menyerap informasi yang ada.

Dan hal inilah salah satu tantangan bagi orang tua bagaimana menyikapi informasi yang disampaikan melalui televisi. Bagaimana setiap informasi yang diterima anak mampu mendukung perkembangan anak. Bagaimana orang tua membimbing anak untuk mampu cerdas memilih info yang tepat untuk usianya dan mengambil makna yang positif serta mengoptimalkan perkembangan usianya.

Tidak mudah bahkan sebagian orang tua menganggap sangat tidak mungkin untuk tidak mengenalkan televisi pada anak. Yang terpenting disini adalah melakukan pendampingan dalam pengenalan televisi tersebut. Pendampingan itu tidak selalu harus difokuskan pada kehadiran ayah atau ibu ketika anak melihat televise, meski itu juga penting. Akan tetapi bagaimana orang tua selalu mengembangkan komunikasi dan diskusi tentang acara-acara yang dilihat oleh anak.

Diskusi yang mendalam sehingga menemukan pesan dari sebuah materi informasi yang ada di televisi akan membekali anak dalam memilah acara-acara televisi yang ada. Komitmen orang tua sangat penting dalam hal ini. Dan seperti dikatakan diatas bahwa anak sebagai peniru ulung, tidak menutup kemungkinan ketika kita memberikan contoh perilaku tidak terlalu terikat pada acara televisi anak pun akan melihatnya sebagai contoh dan akan ditiru.

Anak sebagai asset termahal orangtua sudah selayaknya dijaga..:)